Pertemuan semacam rapat dinas sudah selesai, saatnya hari ini melepaskan tugas dan tanggung jawab yang beralih kepada orang lain. Orang lain itu tidak lain yang pernah ngirim sms yang intinya dia mekanksirku. Memang aku dan temanku yang katanya sebagai bintangnya di tempat kerjaku. Dia adalah lelaki yang usianya tepaut 3 tahun lebih tua dariku, karirnya cukup bagus, prikakunya pun cukup dinamis. Aku mulai ada rasa padanya karena kondisi keluarganya, aku mulai respek.
Sejak ada acara jalan-jalan ke luar kota yang merupakan prorgram rutin untuk para pegawai, sejak itu pula aku dan dia saling menyimpan rasa simpati. Sejak pulang dari tempat wisata tersebut kami sering bersama-sama, ketika apel pagi sering berdampingan, ketika ada carapun kami sering bersama, makan bersama, sering curhat, sering berbagi informasi apapun termasuk gosip. Ya dia kebetulan baru beli kendaraan yang nyaman. Kami sering pulang bareng bersama, dia rela mengantarkanku pulang yang berlawanan arah, aku ke utara dia ke selatan.
Sdejak itulah kami sering duduk berdampingan termasuk ketika rapat terbatas yang kebetulan menduduki jabatan yang setingkat. Dia sangat perhatian, dia sering mengirimkan chat dan sms kapan saja, dan aku cepat respon, dia telepon akupun cepat respon, berbeda ketika aku menerima dari yang lain. Termasuk aku mau diajak makan bersama di luar kantor, tapi aku tolak jika orang lain mengajakku.
“Kita makan bareng yu”, ajak dia setelah rapat dinas selesai.
“Yu”, jawabku singkat.
Aku berdua bersama dia pergi ke tempat makan ke arah timur dengan mengendarai mobilnya dia yang berwarna hitam. Kami berdua asyik ngombrol yang topiknya aku suka. Sampai di tempat makan kami pun masih asyik membahas tentang kami. Dia sangat perhatian, dia baik sekali, setiap Senin, Selasa, atau hari-hari tertentu sering mengantarkanku pulang.
“Sekarang pulangnya sama siapa? Boleh aku antar pulangnya? Hari sudah mau hujan nih” ajak dia padaku lewat chat di whatapps.
“Ya, tunggu di depan ya”, aku ngatur strategi agar pihak lain tidak curiga, dan dia pun ngatur stategi pula agar pihak lain tidak curiga.
Aku sering pulang bareng bersamanya, meskipun jam kerja masih kami harus lalui, tapi dia rela mengantarkanku pulang dan kembali lagi ke tempat kerja.
Hari-hatiku semakin nyaman bersama dia, apalagi ketika saat pulang, itulah suasana yang paling indah pulang bareng hanya milik kami.
“Mas, makasih ya, met ketemu besok pagi”, ucapku sambil membuka pintu mobilnya yang tepat berhentnya di depan pintu gerbang rumahku.
“Salam untuk keluarga ya” sahut dia sambil tersenyum padaku.