Mudah Mencari Kerja atau Mudah Mendapatkan Penghasilan?

Ketika sedang nongkrong di jalanan, saya sempat berdialog dengan seorang pelajar SMP.

Saya : ”Sekarang kelas berapa?”

NN : ”Baru kelas 9” (kelas III SMP)

Saya : ”Mau melanjutkan ke mana?”

NN : ”Kalau ada biaya, mau ke sekolah yang begitu lulus langsung dapat kerja”

Saya : ”Rencana mau ke SMA atau SMK”

NN : “Sepertinya mau ke SMK, katanya lulusan SMK mudah cari kerja”

Saya : “Oh.”

….

Dialog yang lainnya tidak saya tulis.

Setelah itu saya merenung, maka timbulah sebuah pemikiran bahwa anak-anak SLTP sekarang ini berpatokan kepada mudahnya mencari kerja, mengapa tidak berpatokan mendapat pekerjaan. Atau yang lebih keren lagi mengapa tidak memilih untuk mandiri (membuka lapangan kerja/usaha sendiri)?

Pemikiran saya selalu membedakan antara ”mudah mencari kerja”, ”mudah mendapatkan pekerjaan”, ”mudah mencari penghasilan”, ”mudah mendapatkan penghasilan”. Seperinya ucapan pelajar tadi bermksud ”mudah mendapatkan penghasilan” begitu lulus dari sebuah sekolah.

Memang sekarang ini pemerintah sedang mengajak masayarakat agar menyekolahkan anaknya ke sekolah kejuruan. Seperti halnya Kepada Dinas Provinsi Jawa Barat memiliki konsep ”Tahun 2008, Tetap Fokus pada SMK”. Mudah-mudahan program pendidikan bermanfaat bagi semua pihak dan sistem pendidikan tidak mencetak ”operator” saja, tetapi mencetak ”produsen”. Sehingga lulusan sekolah menengah sudah tidak lagi bergantung mencari pekerjaan tetapi lebih produktif lagi mengembangkan komptensi dan potensi dirinya.

Ditulis dalam Pendidikan. 2 Comments »

2 Tanggapan to “Mudah Mencari Kerja atau Mudah Mendapatkan Penghasilan?”

  1. donkopings Says:

    Manusia punya kelas-kelasnya tersendiri.

    Dan sistem pendidikan di Negeri ini saya bilang salah konsep.
    maunya mengejar ketinggalan,
    tapi nggak punya konsep jelas.
    Bagaimana toh jalan pemikiran orang-orang kita???

    Lebih utama menurut saya pengentasan pengangguran dan dan kemiskinan terlebih dulu.
    Bikin sekolah-sekolah kejuruan dan perbanyak institut,

    Bikin sekolah dengan konsep pendidikan aplikasi bukan pendidikan dengan ilmu murni.

    Sebagai contoh ISI Jogja adalah sekolah seni dengan basis Ilmu Murni.
    ITB Seni Rupa atau IKJ adalah pendidikan seni aplikasi. atau terapan
    untuk percepatan produksi jelas lebih unggul dengan basis aplikasi atau terapan,
    pendidikan dengan basis murni adalah untuk membuat rumus-rumus.
    Kita sudah tidak perlu itu.
    Semua sudah dibuat oleh orang Barat.

    Ada 2 basis pendidikan.

    Untuk mengejar ketinggalan saya menyarankan Pak Menteri Pendidikan perbanyak Sekolah dengan basis aplikasi atau terapan.
    Kurangi sekolah yang mempelajari ilmu murni.

    Kita ambil contoh.: barang produk cina dulu masya allah betapa jeleknya,
    mereka belajar dari menjiplak yang sudah ada, tapi berani menampilkan merk.
    Tapi bagaimana kini Produk Cina ???
    Sudah merajai pasaran dunia.

    Saluut Untuk bangsa Cina, … … …

    Semoga kita bisa mulai pandai membaca dari uraian saya.

    Was Salam
    Don Kopings
    http://donkopings.wordpress.com

  2. awan965 Says:

    @donkopings: saya ingat dengan pepatah lama: “Carilah ilmu sampai ke negeri Cina” pepatah ini sudah berabad-abad. Ternyata orang Cina mampu mandiri, Trims atas urainnya. Salam kenal.


Tinggalkan komentar