Sukses Malaysia Tembus Kelas Dunia

Oleh ARY GINANJAR AGUSTIAN

NEGERI jiran Malaysia layak menjadi guru bagi Indonesia. Padahal, tahun 1970-an mereka berguru kepada kita. Perkembangan ekonomi berpadu dengan spiritualitas telah membuat negeri itu mampu menembus kelas dunia.

Demikian pula dengan perusahaan-perusahaan Malaysia yang berhasil masuk jajaran perusahaan elit dunia. Sebut saja Petronas yang memiliki jaringan di 34 negara dan masuk dalam 10 perusahaan dunia yang menghasilkan pendapatan (revenue) terbesar.

Training ESQ sejak tahun 2006 lalu sudah berhasil masuk ke negeri jiran bahkan sudah berdiri ESQ Leadership Centre Sdn Bhd. Sudah tujuh angkatan digelar dengan jumlah peserta menembus angka 400 orang setiap kali training. Namun, “ESQ In House Training” baru sekali diadakan dan perusahaan yang mempeloporinya tak tanggung-tanggung, Petronas!

Sejak Selasa-Kamis (15-17/5) sebanyak 250 pejabat dan karyawan Petronas mengikuti training ESQ di Hotel Marriot, Putra Jaya, Kuala Lumpur. Beberapa pejabat penting di Petronas juga ikut dalam training seperti Yasier Abdurrahman (GM Petronas Malaysian Training), Noor Raina Yeong bt Abdullah (GM HRM Petronas Carigali), dan Aminuddin Jantan (GM Coorporate ICT Petronas).

Mengapa perusahaan Malaysia seperti Petronas bisa berjaya dan menjadi perusahaan kelas dunia? Kalau kita cermati, maka jawabannya bukan sebatas pada kekuatan finansial melainkan nilai-nilai spiritualitas yang mereka pegang teguh.

Untuk bisa meraih kelas dunia membutuhkan manusia-manusia besar yang bermotivasi besar, manusia spiritual yang mampu menyinergikan kekuatan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual. Manusia yang memiliki motivasi untuk membentuk dirinya hingga kinerjanya mampu memberi refleksi sifat spiritual sang Malaikat Allah. Mereka bekerja dengan penuh semangat pelayanan tanpa reserve, memegang teguh semboyan “I am doing my best- my utmost”.

Dalam kompetisi menuju world class level (kelas dunia) misalnya, upaya untuk membangun spirit positif, moral, serta jiwa kooperatif di antara tim, diperlukan spiritual komitmen yang membara dalam dada. Tanpa adanya ketangguhan diri-spiritual integrity-integritas yang tinggi, impian untuk memenangkan pertarungan dunia akan jauh dari jangkauan.

Karena dalam integritas bak Malaikat Allah itulah terdapat ‘prinsip memberi’ yang penuh keikhlasan, seperti secara sukarela membagi sumber daya yang dimiliki dan secara proaktif mencari solusi permasalahan tim demi kemajuan. Semua dilakukan dengan semangat pelayanan serta ketulusan untuk memberi.

Era kompetisi yang ada di hadapan kita tak memungkinkan orang-perorangan bekerja sendirian dan tidak mungkin selalu dalam rutinitas pengawasan. Tak cukup tenaga untuk mengawasi keberlangsungan setiap pekerjaan, dari waktu ke waktu.

Seperti kompetisi lari maraton, ketika diletuskan peluru ke angkasa, seluruh pelari harus berlari secara serempak berkejaran, bekerja sama memenangkan kompetisi. Tak ada waktu berkompromi, yang ada hanya semangat untuk menang. Yang ada hanyalah strategi memenangkan sebuah keadaan, bagaimana pun tingkat kesulitannya.

Begitu banyak pekerjaan ‘ekstra’ yang tak cukup hanya dibayar dengan sejumlah tenaga dan waktu yang setara banyaknya. Apabila zaman dulu, target 2 wortel ada di depan mata, maka yang dibutuhkan bukanlah 2 kali kecepatan kelinci melompat, melainkan 5 bahkan 10 kali kecepatan kelinci melompat.

Sekarang di era kompetisi yang penuh persaingan, apabila target 5 wortel, bisa jadi yang harus dikeluarkan 10 sampai 20 kali kelipatannya. Bagi manusia-manusia yang memiliki spiritual komitmen tinggi, harganya akan terlalu murah bila dibarterkan dengan setumpuk dolar dan sejumlah penghargaan dunia karena prinsip hakiki yang dimilikinya adalah bekerja tanpa pamrih dengan penuh keikhlasan mencari keridaan Sang Pencipta.

Kerja keras serta kreativitas manusia yang tiada henti, dituntut untuk mampu menjembatani berbagai permasalahan duniawi. Tiada rasa lelah, tiada secuil kata menyerah, yang ada hanyalah spiritual komitmen akan kepastian janji Allah.

Teladan akan nilai-nilai pelayanan-pengawasan yang paripurna (the great integrity) seperti yang dimiliki seorang malaikat itulah yang harusnya menjadi satu-satunya perspektif menyeluruh, yang mampu menggerakkan prinsip bekerja kita sehari-hari. Prinsip melayani (hospitality) yang berfokus pada lillahi taala, menolong serta memberi pelayanan yang memenuhi kriteria kepuasan.

Ia juga bekerja dengan kualitas yang optimal, secara total mengerahkan segenap daya upaya demi kemaknaan yang paripurna dari Sang Pencipta. Ia tak butuh pujian atau pun penghargaan.

Baginya, cukuplah keikhlasan dalam dada mengerjakan seluruh tanggung jawab yang diemban, juga pengharapan akan reward cinta dari Sang Malaikat berupa “tepukan halus” di bahu kanannya. Wallahualam.

 

Oxford “Tunduk” Oleh Ary dengan ESQ

ae1.jpg

Kok bisa ?

Berikut penjelasannya dari Pikiran Rakyat :

Ary Ginanjar Agustian mendapat kesempatan memaparkan ESQ 165 (kecerdasan emosional dan spiritual) di seminar Internasional tentang spiritualitas di Oxford University, London, Inggris. Seminar pada 11-18 Maret lalu, diselenggarakan oleh The Oxford Academy of Total Inttelligence yang didirikan dan dipimpin oleh Prof. Dr. Danah Zohar dan Prof. Dr. Ian Marshal, penulis buku laris manis Spiritual Capital.

Menurut Ary, acara tersebut dihadiri para pakar spiritual dari berbagai universitas di seluruh dunia, serta pemimpin dari lembaga pelatihan dari berbagai bangsa dengan berbagai latar belakang agama seperti Kristen, Yahudi, Hindu, Buddha bahkan ada yang tidak memiliki agama.

“Saya sendiri tidak membayangkan sebelumnya, ketika selesai pemaparan hampir seluruh peserta termasuk Danah Zohar dan Ian Marshal memeluk saya dan berkata, ‘Benar Ary, Allah is Great (Allah Maha Besar) and Allah is Beautiful (Allah Maha Indah),” ujarnya.

Mengutip perkataan Danah Zohar, Ary mengatakan, ESQ membawa pesan cinta dan kasih sayang, sehingga diharapkan dapat memperbaiki hubungan Islam dan Barat. “Padahal, awalnya sempat ragu dalam membawakan materi ESQ di hadapan para peserta yang datang dari Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Nepal, Australia, Slovenia, India, dan Afrika Selatan dengan gelar profesor dan doktor,” tuturnya.

Namun, semangat cinta dan kasih sebagai salah satu pesan dari materi ESQ telah membawa seorang peserta dari Afrika Selatan, Dr. Fritz Holscher, mulai memahami Islam. Padahal, Dr. Fritz mulanya tidak kenal Islam dan menganggap Islam itu menakutkan, sehingga selalu konflik dengan agama lain seperti Kristen.

Dengan respons luar biasa dari para peserta seminar, maka makin menambah keyakinan Ary Ginanjar bahwa ESQ 165 dapat diterima oleh semakin banyak bangsa di dunia. “Perkembangan ESQ ke dunia internasional cukup pesat, terutama di Belanda dan Malaysia. Di Malaysia alumni ESQ berjumlah 1.350 orang dan insya Allah bulan April, Pemerintahan Negara Bagian Trengganu mengundang ESQ untuk memberikan in house training bagi 500 pejabatnya,” katanya.


Melalui sambungan telefon internasional, Ary menyatakan, perkembangan ESQ yang pesat merupakan bantuan dan skenario Allah. “Apalah artinya saya yang sangat minim ilmu, namun alhamdulillah telah mencoba menyampaikan nilai-nilai spiritualitas ESQ 165 kepada 288 ribu orang di seluruh Indonesia dan berbagai negara di dunia,” katanya.

Ditambah sumber lainnya …

“….dan mereka minta diperdengarkan kembali asmaul husna
mereka menyatakan bahwa asmaul husna ini betul – betul sudah ada didalam diri mereka
mereka tegaskan akan bantu ESQ 165 menyebarkan ke seluruh dunia
bahkan ada salah seorang peserta menyatakan atas nama GEORGE BUSH ia meminta maaf kepada PAK ARY DAN UMAT ISLAM atas presepsinya yg salah selama ini..

Setelah semua selesai peserta tdk mau bubar hmpir smua tertunduk diam termenung dan setelah itu mereka memeluk pak Ary “

SUBHANALLAH …. !

Hidup Ini Ibarat Mimpi

Oleh ARY GINANJAR AGUSTIANAKHIR-AKHIR ini Indonesia dilanda berbagai musibah baik di darat, laut, maupun udara. Media massa dengan gencar memberitakan kecelakaan menimpa kereta api (KA), tenggelamnya kapal laut, dan kecelakaan pesawat udara.

Belum hilang ingatan kita akan bencana-bencana tersebut, wilayah Jakarta dan sekitarnya seperti Bekasi dan Tangerang tergenang banjir. Kehidupan masyarakat dan perekonomian menjadi lumpuh dibuatnya.

Kita semua prihatin dan tentu saja harus mengadakan introspeksi dan evaluasi di balik semua musibah tersebut. Pada Rakernas dan Temu Alumni ke-2 di Bukittingi, Sumatra Barat, belum lama ini, para alumni ESQ mengumpulkan dana sehingga mencapai Rp 65 juta untuk musibah di Sumatra Barat.

Terlepas dari semua itu, kita sepatutnya mengenang kembali makna hidup di dunia ini. Patut disyukuri bahwa hari ini kita masih dapat berjumpa. Sebuah perjumpaan di alam mimpi. Karena, jika kita renungi, sesungguhnya hidup ini adalah mimpi.

Kehidupan saat ini ibarat bayang-bayang, tidak nyata. Hidup ini bagaikan tidur tadi siang, dan ketika terbangun itulah akhirat. Semoga kita senantiasa sadar bahwa sesungguhnya kita dalam impian.

Saya katakan demikian, karena dunia ini adalah tempat kehidupan yang belum ada konsekuensinya secara sempurna. Jadi, apabila kita berbuat baik, kebaikan itu tidak sepenuhnya berbalik jadi kebaikan saat ini. Ketika kita berbuat kemuliaan, kemuliaan itu belum tentu muncul di hadapan kita saat ini.

Begitu pula ketika kita berbuat kejahatan, keburukan, atau kemalasan, dampaknya hanya sebagian yang ditunjukkan saat ini, dan ada yang tersembunyi di belakang.

Oleh karena itu, kita patut bersyukur jika ujian atau hukuman itu datang. Ujian bisa berupa sakit, kehilangan harta benda, atau musibah lainnya. Semua itu dasarnya merupakan keseimbangan yang harus kita terima sebagai akibat logis dari keseimbangan alam semesta.

Dalam hal ini, kita dapat melihat teladan Nabi Muhammad sebelum mengembuskan napas terakhirnya. Menyadari usianya tak akan lama lagi, Nabi Muhammad bertanya, “Siapa yang dulu aku sakiti, maka berilah aku balasan seperti yang pernah aku lakukan.”

Hal ini menyiratkan bahwa Nabi lebih senang mendapatkan balasan di dunia daripada nanti di akhirat. Oleh karena itu, kita tidak usah bersedih jika mendapat masalah, penderitaan, dan kekurangan. Itu semua adalah efek dari apa yang kita lakukan, sedangkan efek sisanya akan lunas di akhirat. Yang berbuat baik bunganya akan didapatkan di akhirat, di hari pembalasan.

Pikiran, kata, dan sikap akan berdampak pada alam. Dampak itu semuanya akan direspons oleh alam. Karena alam memiliki kesadarannya sendiri. Sesungguhnya alam itu adalah energi, yang dalam ilmu fisika disebut Fisika Quantum Vacuum.

Dari manakah semua itu? Siapakah yang menyeimbangkan? Dialah 99 energi, 99 kekuatan Kuantum Vacuum. Sesungguhnya, itu semua adalah energi Asmaul Husna. Kebaikan dibalas dengan kebaikan, keburukan dibalas dengan keburukan, demi menjaga keseimbangan.

OIeh karena itu, selama kita masih hidup di dunia, berlomba-lombalah dalam menciptakan balasan atau konsekuensi, yaitu surga. Berlomba-lombalah untuk menciptakan semua kebaikan yang tidak dilihat oleh manusia ataupun yang terlihat pandangan orang lain.

Sadarlah, kita semua masih mimpi, karena kita semua masih berada dalam bayang-bayang. Kita berada di alam fana, bukan di alam sesungguhnya. Percayalah, suatu hari ketika masuk di alam pembalasan, kita akan mengatakan benar bahwa saya dulu di dunia hanyalah mimpi, dan sekarang adalah nyata.***

Sumber : Pikiran Rakyat

Membangun Insan Visioner dengan Al-Fatihah

Oleh Ary Ginanjar AgustianSEBERAPA besar perubahan Anda setelah membaca al-Fatihah? Sesungguhnya al-Fatihah yang dibaca, jika benar-benar diresapi akan memotivasi kita untuk senantiasa berusaha meningkatkan diri. Yang terjadi, sering kali al-Fatihah bagaikan angin lalu, tak berdampak apa-apa dalam hati.

Kita diharuskan mengulang-ulang bacaan, bukan hanya sekadar mengucapkan, namun supaya terbenam di dalam hati. Karena itu, al-Fatihah dibaca dalam setiap rakaat salat.

Nabi Muhammad diturunkan untuk memperbaiki akhlak manusia. Akhlak al-Fatihah yang menjadikan manusia senantiasa memperbaiki diri dari hari ke hari. Karena itu, jadikanlah al-Fatihah sebagai alat untuk mengevaluasi seberapa besar perubahan yang kita lakukan setelah membaca al-Fatihah.

Ketika kita mengucapkan Alhamdulllahi Robbil ‘alamin, kita benar-benar menyadari bahwa seluruh puji-pujian, kemuliaan, keagungan, hanya milik Allah. Dengan kalimat ini kita disadarkan, bahwa kita tidak mencari pujian dan tidak mencari apa pun. Segala pujian hanyalah untuk Allah penguasa alam semesta yang luasnya tak terkira. Ucapan ini semestinya mampu membesarkan jiwa kita, lalu seberapa besar perubahan jiwa kita setelah membaca kalimat ini?

Ketika kita membaca Arrahmanirrahim, hati kita dipenuhi dengan kasih sayang. Rahman rahim Allah turun di muka bumi karena itu kita harus menyadari bahwa seluruh rahman rahim di alam semesta ini dan juga yang ada dalam diri kita bersumber dari Allah. Setelah mengucapkan Arrahmanirrahim, seberapa besar kasih dan sayang yang kita sebarkan pada sekeliling kita?

Ketika mengucapkan Maaliki yaumiddiin, kita membangun visi ke depan yaitu pada Sang Raja Hari Kemudian. Kita diminta menjadi seorang yang visioner, seberapa jauh visi kita ke depan?

Cita-cita kita hanya Allah dan Nabi Muhammad, karena itu kita membaca Iyyaka na’budu waiyyak anasta’in, pada Allah kita berserah dan pada Allah kita minta pertolongan. Bertawakkal hanya pada Allah. Inilah janji pada Allah, akhlak yang menggantungkan diri pada Allah. Lalu, seberapa besar komitmen Anda pada Allah?

Selanjutnya yang terpenting dan relatif sulit, yaitu akhlak untuk senantiasa mengamalkan iman menjadi ladang amal yang nyata. Karena itu jangan sampai mengucapkan Ihdinashirotol mustaqiim, tapi tidak dijalankan dan direalisasikan ke dalam setiap pekerjaan Anda. Masih banyak yang harus dikerjakan, seberapa banyak aplikasi kita dalam gerak nyata?

Ucapan Shirathaladzina an’amta ‘alaihim senantiasa diulang-ulang agar kita tahu mana jalan terbaik yang sesuai dengan perjanjian kita dengan Allah. Yaitu, jalan penuh kreativitas, kebersamaan, tanggung jawab, jujur, dan lain lain. Inilah yang dimaksud makin dekat dengan sifat Allah. Seberapa banyak Anda mengambil sifat yang diajarkan Allah?

Setelah itu baru Ghairil maghdubi ‘alaihim wa ladhdhaalin, buang lah kebiasaan buruk dalam diri kita, seperti malas, ngantuk, mengerjakan pekerjaan tidak selesai, dan tidak peduli. Kita usir syaitan dengan ucapkan ghairil maghdubi ‘alaihim, lalu seberapa banyak kita membuang sifat buruk?

Al-Fatihah adalah cahaya yang memberi kekuatan pada kita semua. Hati yang mati bila dibacakan al-Fatihah berulang-ulang akan menghidupkan sifat rabbani yaitu manusia yang orientasinya mengacu pada Allah semata. Ini lah modal kita untuk membuat setiap hari menjadi lebih baik. Seberapa besar perubahan kita setelah mengucapkan al-Fatihah? ***

Mencari Tuhan

Oleh ARY GINANJAR AGUSTIANKAMI tak pernah menyangka, perjalanan mendaki ke Bukit Sinai demikian sulit dan terjal. Ketinggian yang mencapai 2.500 meter, suhu yang sangat dingin hingga di bawah 5 derajat Celcius, serasa membuat tubuh ini membeku. Waktu tempuh empat jam mengendarai unta mulai pukul 1.00 dini hari hingga 5.00 dan setengah perjalanan ke depan terhampar 990 anak tangga yang harus kami naiki. Tidaklah mudah bagi kami melakukannya.

Perjalanan yang sulit dan terjal tersebut seolah memantulkan pelajaran kepada kami tentang bagaimana langkah-langkah besar mencari nilai-nilai hakiki. Ya, perjalanan mencari Tuhan seorang nabi dan rasul sejatinya selalu diuji dengan kesulitan dan pendakian. Namun, apabila sang hamba telah berhasil memenangkannya, tentulah keyakinan yang diperolehnya akan berbuah kekuatan dan kedahsyatan, seperti yang dialami tiga nabi besar –Nabi Ibrahim a.s., Musa a.s., dan Muhammad saw.

Tahapan perjalanan Nabi Musa mencari Tuhan dimulai dengan pendakian ke Bukit Thursina. Lembah Tuwa (Muqaddas Tuwa) yang berhasil dicapainya selama 40 hari. Waktu yang panjang tersebut dihabiskan untuk bermunajat kepada Allah Sang Pencipta. Di tengah doanya, Nabi Musa memohon kepada Tuhan, Qaala Rabbi ariniii andzur ilaika? (Ya Allah Tuhanku, perlihatkan diri Engkau kepadaku agar aku dapat melihat Engkau). Dan ketika Allah meng-ijabah kata-kata Musa a.s., dengan menampakkan kedahsyatan-Nya lewat bukit yang terbelah dan hancur, muncullah keyakinan dalam diri Musa. Dari peristiwa inilah sejatinya kecerdasan spiritualitas (spiritual quotient, SQ) dimulai.

Ketika keyakinan telah terpatri dalam dada seorang Musa a.s., barulah kemudian ia siap diutus Tuhannya untuk menghadapi Fir’aun. Ia perlihatkan eksistensi Allah SWT melalui peristiwa terbelahnya Laut Merah hingga mampu menyelamatkan Bani Israel dari kejaran pasukan Fir’aun.

Hal yang sama diperintahkan Tuhan kepada Muhammad untuk menghadapi kaum kafir Quraisy. Sebelumnya, Nabi Muhammad bertafakur di Gua Hira yang untuk mencapai puncaknya juga butuh perjuangan berat.

Dari peristiwa tersebut, seakan sinyal-sinyal dari Yang Mahakuasa hendak membisikkan pada kita semua, bukankah ini tahapan-tahapan penting dalam membangun sebuah peradaban manusia? Bukankah hal ini pula yang telah Allah perintahkan kepada Nabi Muhammad agar mampu membangun peradaban Islam yang masyhur itu?

Perhatikanlah tiga tahapan ketika Nabi Muhammad membangun masyarakat. Pertama, tahapan Gua Hira (mencari Tuhan); kedua, tahapan Mekah (membangun tauhid), dan ketiga, tahapan Madinah dengan membangun peradaban.

Hal serupa juga diajarkan Allah kepada Musa a.s. yaitu, (1) Tahapan Gunung Sinai (mencari Tuhan), (2) Tahapan menghadapi Fir’aun dengan membelah lautan, dan (3) Tahapan hijrah ke Palestina. Sekarang cobalah Anda semua renungkan, tidakkah ini serupa pula dengan tahapan perjuangan Nabi Ibrahim?

Bukankah tahapan perjuangan Nabi Ibrahim a.s. adalah (1) Wukuf di Arafah (mengenal Tuhan dan jati diri), (2) Tawaf (membangun tauhid), dan (3) Sai. Dari 3 tahapan yang dilalui tiga nabi besar yang diutus Allah SWT tersebut, makin kuatlah keyakinan kita tentang tiga tahapan dalam membangun sebuah peradaban. Peradaban besar yang kini sedang dibangun bangsa Indonesia menuju zaman keemasan. Tiga tahapan inilah yang dalam bahasa sekarang dinamakan spiritualitas, mentalitas, dan intelektualitas atau ketuhanan, karakter bangsa dan ekonomi. Itulah Indonesia emas. Allahu Akbar.***

”Bisnis” dengan Tuhan

Oleh ARY GINANJAR AGUSTIAN

ORBIT alam semesta adalah teladan terindah konsep keteraturan. Ia adalah sistem yang dipelihara Yang Maha Kuasa, dalam kesatuan mekanisme yang tertata penuh keseimbangan. Rangkaian siklus kehidupan semesta raya usai proses penciptaan oleh-Nya. Ia yang secara sunatullah selalu terjaga dalam mekanisme kesempurnaan. Inilah Well Organized Principle, yaitu kemampuan untuk membuat sebuah mekanisme terpelihara dalam garis orbitnya.

Tanpa sadar, seringkali kekurangdisiplinan mengabaikan kebaikan-kebaikan yang telah kita lakukan. Saat keberhasilan mengupayakan kebaikan pada klien, kita alpa pada kebaikan selanjutnya, yang harusnya terus dipelihara dan ditingkatkan. Inilah alasan mengapa kunci Well Organized Principle adalah kedisiplinan. Kedisiplinan mampu memelihara siklus kebaikan meski ketika kita telah merasa letih pada nasabah, pelanggan dan konsumen.

Seperti Allah, yang selalu tak bosan menumbuhkembangkan dedaunan hijau, merontokkan helai daun dan kelopak bunga yang layu. Melahirkan yang tumbuh, mendatangkan kematian. Tiada lelah mengiringi sifat-Nya.

Dalam bisnis, membangun sebuah usaha adalah kemampuan memelihara sistem yang telah ada, dan senantiasa selalu meningkatkannya. Inilah beda antara sistem pengelolaan manusia yang harus selalu ditingkatkan, dengan sistem manajemen Allah yang maha sempurna. Merujuk ke Q.S. Ar Rahmaan ayat 1-13, maka pebisnis yang baik sejatinya harus menyimak makna yang terkandung di dalamnya. Yakni, pebisnis harus bersifat rahmaan (kasih sayang), memerhatikan hukum alam, menciptakan produk/jasa yang unggul, dan memiliki nilai yang sesuai dengan fitrah. Dibutuhkan pula keteraturan dan keseimbangan, tunduk patuh pada sistem perusahaan yang telah ditetapkan dan tingkatkan terus kualitas dengan berpegang pada hukum alam.

Selain itu, jangan pernah keluar, apalagi meruntuhkan keseimbangan, bersikap adil, jujur dan penuh perhitungan, menyiapkan bumi sebagai fasilitas pelayanan, dan tampilkan dengan indah produk & jasa Anda. Ingat, jangan pernah berhenti menampilkan keindahan dari produk/jasa Anda. Terakhir, nikmat mana kah dari Tuhanmu yang kau dustakan?

Demikianlah gambaran sebuah usaha/bisnis yang berbasis pada keseimbangan alam. Ia adalah rona keindahan sifat-sifat Ilahiah yang dipersonifikasikan sebagai kelopak mayang serta putik bunga inovasi dan ide kreatif yang menggayut teguh di tangkai batang sistem pengaturan alam semesta yang kokoh. Fa bi ayyi aalaa-i rabbikumaa tukadzdzibaan.***

Membangun Karakter Bangsa

Oleh ARY GINANJAR AGUSTIAN

KEMARIN baru saja Allah menunjukkan kekuasaan-Nya dengan gerhana bulan total. Kita tersadar betapa mudahnya Allah menggerakkan ribuan, jutaan, bahkan miliaran benda-benda langit. Saat gerhana kita memperbanyak takbir (Allahu Akbar) dan salat diiringi hati yang penuh tawadu (rendah hati).

Saat dua bola mata terpana oleh puncak-puncak tebing gunung nan tinggi, sang mulut akan terlantun spontan ucapan subhanallah. Mengapa? Bukan karena tumpukan tanahnya, kemudian mengucap asma Allah, namun lebih karena sifat “tinggi” yang tidak terlihat dan tak terjamah secara fisik. Siapakah Yang Mahatinggi itu sebenarnya? Dialah Allah Al ‘Aliyy, Sang Pemilik Ketinggian Sejati.

Saat penglihatan kita terbelalak dengan hamparan samudra lepas, ucapan yang telontar adalah subhanallah. Bukan karena airnya, namun karena wujud luas di sana yang tak tertangkap oleh mata. Siapakah pemilik kemahaluasan sifat tersebut? Allah Al Waasi’-lah sesungguhnya sang pemilik luas dengan segenap keluasannya.

Itulah ungkapan perasaan manusia, ketika mampu melihat eksistensi Allah sang pencipta dalam khidmatnya wukuf di padang Arafah, juga saat menemukan Dia Sang Mahadigdaya di Gua Hira dan di Jabal Nur. Ungkapan ini berlanjut dengan ucapan laa ilaaha illallah.

Bangunan mental inilah yang terbentuk ketika tawaf, ketika merayakan Iduladha dan kemudian melantun seruan Allahu Akbar. Inilah energi yang dikeluarkan ketika berlari dari bukit Safa ke Marwah. Pun saat melakukan Hijrah di waktu 1 Muharam.

Terbuktilah rahasia mengapa urutan zikir subhanallah-wal hamdulillah-laa ilaaha illallah-Allahu Akbar yang diucapkan Nabi Adam a.s. 25.000 tahun silam. Demikian juga urutan haji yang dilakukan Nabi Ibrahim a.s. 4.500 tahun lampau serta periode perjalanan emas Nabi Besar Muhammad saw. yang dimulai dengan era Mekah dan era Madinah 1.400 tahun lalu.

Perhatikan pula urutan hari-hari raya, yakni Idulfitri, Iduladha, 1 Muharam, dan 10 Muharam. Kemudian perhatikan juga urutan haji dari wukuf, tawaf, sai, dan terakhir air Zam-zam, tiadakah terbersit bahwa hal ini bukanlah sebuah kebetulan? Apakah ini buatan manusia? Tidak. Sesungguhnya inilah karya besar Allah Yang Mahakuasa.

Inilah tahapan dalam membangun karakter bangsa menuju kemenangan yakni karakter yang dibentuk dengan nilai, otonomi dan keteguhan, serta kesetiaan. Nilai dibangun melalui kecerdasan spiritual, dengan perwujudan wukuf dan Idulfitri. Otonomi melalui kecerdasan emosional yang dibentuk saat tawaf dan Iduladha. Terakhir, memaksimumkan kecerdasan intelektual dengan keteguhan sejati bagai Siti Hajar yang berlari dari Safa ke Marwah.

Maka, ketika kemenangan itu datang, tundukkan kepalamu dengan mengucap laa hawla wala quwwata illa billah. Tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah. Inilah bukti ketetapan Allah.***