Lafal selingkuh berasal dari Bahasa Jawa yang artinya perbuatan tidak jujur, sembunyi-sembunyi, atau menyembunyikan sesuatu yang bukan haknya. Dalam makna itu ada pula kandungan makna perbuatan serong. Meskipun demikian lafal selingkuh di Indonesia muncul secara nasional dalam bahasa Indonesia dengan makna khusus “hubungan gelap” atau tingkah serong orang yang sudah bersuami atau beristri dengan pasangan lain.
Makna khusus dari lafal selingkuh itu tiba-tiba muncul karena dimunculkan dalam penerjemahan berita dunia tentang hubungan gelap Lady Diana, isteri Pangeran Charles di Inggris dengan lelaki lain bernama Dodi Al-Fayed. Lebih-lebih hubungan gelap itu berakhir dengan tragis, 31 Agustus 1997. Kematian Diana ini dalam keadaan sedang berduaan dengan lelaki bukan suaminya dan bukan mahramnya di mobil tengah malam ketika mobil itu melaju sangat cepat lalu menabrak pilar terowongan di Paris hingga mobilnya ringsek, Ahad 31 Agustus 1997.
Empat orang dalam mobil itu yang tiga orang mati, yakni Henri Paul sopir yang mabuk (kadar alkohol dalam darahnya 1,8 gram per liter/tiga kali lipat batas toleransi di Prancis), Diana, dan Dodi Al-Fayed (pacar Diana). Sedang yang satu lagi, lelaki pengawal Diana, Trevor Rees-Jones, yang duduk di samping sopir dikabarkan luka-luka berat.
Lafal selingkuh kemudian menjadi terkenal dengan makna hubungan gelap orang yang sudah bersuami atau beristri dengan pasangan lain sebelum kematian Lady Diana, yang Diana sendiri pada waktu itu masih bersuamikan Pangeran Charles membeberkan hubungan gelapnya dengan lelaki lain. Hubungan gelap itulah yang di media massa Indonesia diterjemahkan dengan perselingkuhan. Sehingga begitu bahasa Jawa selingkuh ini mencuat jadi bahasa Indonesia tahun 1995-an, langsung punya makna lain (tersendiri) yaitu hubungan gelap ataupun perzinaan orang yang sudah bersuami atau beristeri. Ini satu perpindahan makna bahasa serta budaya bahkan ajaran.
Sebab menurut budaya barat (bahkan hukum barat), yang namanya zina itu hanya kalau sudah bersuami atau beristeri, sedangkan jika masih bujangan atau suka sama suka, dianggap tidak. Itu sama sekali berlainan dengan Islam, karena ada zina muhshan (yang sudah pernah berhubungan badan karena nikah yang sah, hukumannya menurut Islam, dirajam/dilempari batu sampai mati) dan zina ghairu muhshan (belum pernah nikah, hukumannya dicambuk 100 kali dan dibuang setahun bagi lelaki, dan didera 100 kali bagi perempuan).
Sampai sekarang, lafal selingkuh lebih dekat kepada makna hubungan gelap antara orang yang sudah bersuami atau beristeri dengan pasangan lain. Kalau pacaran dianggap bukan selingkuh, tetapi kalau diam-diam ada pacar lain lagi, baru dianggap selingkuh. Ini semua makna-makna yang berkembang, tetapi sebenarnya tidak sesuai dengan syariat Islam, karena Islam tidak memperbolehkan pacaran.
Dalam kamus bahasa Indonesia, makanya lafal selingkuh itu maknanya masih seperti aslinya. Contohnya, Koran Republika memuat: Definisi selingkuh.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), selingkuh adalah:
1. Suka menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri; tidak berterus terang; tidak jujur; curang; serong;
2. Suka menggelapkan uang; korup;
3. Suka menyeleweng. (Republika, Ahad, 7 Januari 2007/ 17 Dzulhijjah 1427 H, halaman 1).
Dilihat dari definisi itu, lafal selingkuh sekarang sudah mengalami perubahan makna, menjadi makna khusus, hubungan gelap bagi orang bersuami atau beristeri. Dan perbuatan itu dianggapnya lumrah, biasa. Ini yang menjadi persoalan besar, karena jumlahnya pun makin bertambah.
Bagaimana masyarakat tidak terseret oleh budaya selingkuh, sedangkan Lady Diana yang merupakan tokoh dunia yang kemudian melakukan selingkuh, justru kematiannya dipuja-puja, diucapi ucapan duka cita. Bahkan ada khotib jum’at yang mendoakannya di salah satu Masjid di Jakarta, padahal Lady Diana itu orang kafir, bukan Islam. Ini akibat gencarnya televisi dan media massa menyiarkan secara besar-besaran dan lama-lama. Masyarakat menjadi larut dalam kesedihan atas meninggalnya “tokoh selingkuh” itu akibat siaran langsung televisi di Indonesia dan dunia selama prosesi penguburan ala gerejani kerajaan Inggris. Sabtu, 6 September 1997, yang berlangsung 7 jam lebih. Siaran tokoh selingkuh ini kabarnya ditonton oleh 2.5 Milyar orang sedunia dari 187 negara, sampai TV-TV swasta Indonesia saat itu tidak ada yang menyiarkan azan maghrib. Astaghfirullahal ‘azhiim, tokoh selingkuh telah menjadi berhala, diarak bagai anak sapi yang disembah oleh masyarakat anak bani Israil atas bujukan Samiri zaman Nabi Musa ‘Alaihissalam.
Media menggantikan fungsi Samiri melakukan penggiringan opini dan perasaan masyarakat untuk menjerumuskan arah yang sangat jauh dari aturan manusia yang wajar, apalagi ajaran-ajaran Islam. Menggiring untuk turut larut dan ikut bersedih atas pasangan yang tidak sah dan secara agamanya kafir.
Akibatnya masyarakat menjadi segera berubah menjadi tidak normal. Buktinya, dapat kita lihat berupa pernikahan menurun drastis, sedangkan perceraian akibat perselingkuhan makin meningkat, bahkan perempuan menggugat cerai lebih banyak dibanding yang ditalak oleh suami. Berikut ini beritanya:
Setiap 2 jam ada yang cerai akibat selingkuh
Mualim (petugas pengadilan agama di Tulungagung), mengungkapkan ada 200-250 kasus perceraian yang diproses pengadilan agama Tulungagung setiap bulannya. Kebanyakannya akibat dipicu oleh perselingkuhan.
“Kasus perselingkuhan selalu berending perceraian, tidak ada perselingkuhan yang berakhir dengan happy ending,” katanya.
Akronim selingkuh di Tulungagung yang diartikan sebagai ‘selingan indah keluarga utuh’, sekarang sudah tidak berlaku lagi, karena muncul akronim selingkuh adalah ‘selingan indah keluarga runtuh’.
Perceraian akibat perselingkuhan kini bukan monopoli artis lagi, yang kisahnya sering ditayangkan di acara infotainment. Selingkuh kini kian meluas dan mengancam keluarga, yang merupakan unit terkecil bangsa ini dan benteng bangsa muslim.
Penelitian yang pernah dilakukan oleh dr. Boyke Dian Nugraha di klinik Pasutrinya, terhadap 200-an orang pasiennya. Menunjukkan hasil 4 dari 5 pria eksekutif melakukan perselingkuhan. Perbandingan selingkuh pria dan wanita pun berbanding 5:2. Padahal data ini didapat dari yang mengaku saja.
Selingkuh juga bisa menjadi akronim ‘selingan indah karier runtuh’. Hal itulah yang terjadi dengan perselingkuhan anggota DPR dengan penyanyi dangdut. Akibatnya karier politiknyapun rontok, bak rumah abu. Padahal dia sempat menjadi calon menteri reshuffle kabinet maret 2007 ini.
Lalu seberapa besar sesungguhnya ancaman selingkuh terhadap keluarga-keluarga Indonesia? pergerakan data stastistik dari Direktorat Jendral Pembinaan Peradilan Agama menguaknya. Selingkuh telah menjadi virus keluarga no 4.
Tahun 2005 lalu, misalnya,ada 13.779 kasus perceraian yang bisa dikategorikan akibat selingkuh; 9.071 karena gangguan orang ketiga, dan 4.708 akibat cemburu. Persentasenya mencapai 9,16 % dari 150.395 kasus perceraian tahun 2005 atau 13.779 kasus! Alhasil ,dari 10 keluarga yang bercerai , 1 diantaranya karena selingkuh. Rata-rata , setiap 2 jam ada tiga pasang suami istri bercerai gara-gara selingkuh.
Perceraian karena selingkuh itu jauh melampaui perceraian akibat poligami tidak sehat yang hanya 879 kasus atau 0.58% dari total perceraian tahun 2005. Perceraian gara-gara selingkuh juga 10 kali lipat dibanding perceraian karena penganiayaan yang hanya 916 kasus atau 0,6 % .
Dan perselingkuhan itu diprediksi akan naik. “karena banyak tokoh yang melakukannya,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan untuk Keadilan (LBH APIK), Ratna Batara Munti.
“Selingkuh adalah fenomena tidak sehat bagi bangsa ini. Selingkuh itu zina,” tandas Nasaruddin Umar, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Depag. (Republika, Ahad 7 Januari 2007/ 17 Dzulhijjah 1427H, halaman 1).
Perkara Perceraian di Indonesia
Tahun cerai talak cerai gugat
2000 63.745 81.864 (56.2%)
2001 61.593 83.319 (57.4%)
2002 58.153 85.737 (59.5%)
2003 52.360 80.946 (60.7%)
2004 53.509 87.731 (62.1%)
2005 55.536 94.859 (63%)
Sumber: Ditjen PPA/ (Republika, Ahad, 7 Januari 2007/ 17 Dzulhijjah 1427H, halaman 02)
Persentase Pernikahan Turun
Yang memprihatinkan, saat angka perceraian terus meningkat dari tahun ke tahun, pernikahan justru terus mengalami penurunan. Mungkinkah lembaga pernikahan tidak lagi menarik?
Jumlah pernikahan tahun 2005 lalu, bahkan hanya sedikit meningkat dibanding 1950-an, di saat jumlah penduduk baru 50 juta orang. “Jumlah pernikahan tahun 1950-an lalu sudah mencapai 1,4 juta, lho,” kata peneliti ahli Litbang Departemen Agama, Moh Zahid. (Republika, Ahad 7 Januari 2007 M/17 Dzulhijjah 1427 H, halaman 02).
Elit Rusak
Rusaknya moral kaum elit (al-mutrafin) adalah menyangkut selingkuh secara utuh, yaitu makna secara keseluruhan. Baik selingkuh yang maknanya korupsi, tidak jujur, serong maupun zina. Diadili saja tidak, apalagi dirajam, yaitu dibunuh dengan cara dilempari batu. Kalau yang cerai gara-gara selingkuh saja tiap dua jam ada, lantas kalau mereka diadili, berarti tiap dua jam ada sepasang selingkuh yang bisa divonis mati dengan dirajam. Karena yang diseret ke pangadilan hanya yang korupsi, bukan yang berzina, maka suatu ketika lembaga ulama mengeluarkan semacam fatwa atau imbauan hanya menyangkut pemberantasan korupsi, bukan untuk mengadili yang berzina.
Kenapa Kondisi Indonesia sampai Separah ini?
Jawaban dari pertanyaan diatas, sebenarnya ada kekuatan-kekuatan jahat yang bersekongkol atau berkomplot yang merusak umat Islam Indonesia ini secara sistematis. Antara lain melalui majalah porno (Playboy, dan lain-lain), film-film porno, situs-situs porno, dan lain sebagainya…Yang kemudian diikuti pula pengaturan yang ketat terhadap poligami (yang merupakan syariat Islam). Bahkan sebaliknya, bagi yang ingin zina, sarananya telah tersedia, sedang sistemnya tidak mempersoalkannya. Lebih dari itu justru perzinaan menjadi salah satu lahan pemasukan bagi pemerintah daerah atau orang-orang yang berbisnis maksiat.
Bahkan ketika kerusakan akibat perzinaan ini terjadi, misal: menjalarnya penyakit AIDS. Pemerintah dan media tidak melakukan pelarangan, pemberantasan zina secara tegas, tetapi malah melindunginya. Kemudian menganjurkannya penggunaan kondom (padahal kondom ini telah terbukti tidak dapat menyaring virus AIDS). Sedangkan penyebaran kondom secara gratis yang terjadi, seperti mengisyaratkan: silahkan berzina, hanya saja pakailah kondom!!!. Hal ini patut menjadi perhatian kita bersama, bukankah demikian??
Dikutip dari Majalah Qiblati edisi 06 tahun II, bulan Maret 2007 M, dengan sedikit tambahan dan pengurangan.
Maret 21, 2007 pukul 6:07 pm
Selingkuh, SEring-seringLah lakukan Ini, eNGkau aKan runtUH
Maret 28, 2007 pukul 4:30 am
Selingkuh: Abnormal yang dinikmati
A. Pengertian
Asya (2000) mendefinisikan perselingkuhan (Selingkuh) diartikan sebagai perbuatan seorang suami (istri) dalam bentuk menjalin hubungan dengan seseorang di luar ikatan perkawinan yang kalau diketahui pasangan syah akan dinyatakan sebagai perbuatan menyakiti, mengkhianati, melanggar kesepakatan, di luar komitmen. Dengan kata lain selingkuh terkandung makna ketidakjujuran, ketidakpercayaan, ketidaksaling menghargai, dan kepengecutan dengan maksud menikmati hubungan dengan orang lain sehingga terpenuhi kebutuhan afeksi-seksualitas (meskipun tidak harus terjadi hubungan sebadan).
Kita tentu sudah mengenal berbagai akibat selingkuh. Bukan saja terancamnya rumah tangga, tetapi juga terkadang membawa dampak ikutan yang cukup berat, seperti hancurnya harapan anak-anak, rasa malu yang ditanggung keluarga besar, rusaknya karir. Lebih dari itu semua adalah rusaknya tatanan sosial pada masa mendatang.
B. Mengapa Selingkuh?
Banyak sebab mengapa suami (istri) melakukan selingkuh.
1. Faktor Utama
a. Predisposisi kepribadian. Ada beberapa individu yang cenderung memiliki gairah seks yang besar (seksmania) ataupun yang mengalami kebosanan seksual. Miskinnya afeksi seksual pasangan dapat menjadi pemicu kuat untuk terjadinya pengembaraan seksual dan juga afeksi dari orang lain. Modusnya mulai dari jajan seks, memelihara simpanan WIL (PIL), affair tanpa seks. Yang kesemuanya berkategori perilaku abnormal dan abnorma.
b. Terjadinya desakralisasi lembaga perkawinan. Rumah tangga (RT) yang tadinya dianggap sebagai lembaga ideal untuk menyelamatkan dua sejoli dari dosa. Muatan kehalalan menurut agama menjadi rapuh dan keluarga dipandang sebagai rutinitas bahkan beban kehidupan. Orang ingin melepaskan dari kegagalan menciptakan RT yang ideal. Keabsahan agama dan kehalalan agama dipandang sebagai sebuah formalitas saja tanpa ruh, akhirnya ia meruntuhkan (meralat) kesucian agama.
c. Terjadinya deidealisasi lembaga RT. Semua orang yang menikah biasanya diawali dengan angan-angan, cita-cita yang luhur, punya keturunan yang baik, materi yang cukup, serta masa depan yang bahagia. Idealisasi ini runtuh setelah mengalami tahap kemandegan spiritualitas memerankan RT. Orang menjadi tidak peduli, karena idealismenya tidak akan pernah tercapai. Orang semacam ini tidak lagi memiliki gambaran ideal lagi tentang RT.
d. Terjadinya dekadensi moral. RT adalah lembaga moral terbesar dalam masyarakat. Di RT lah setiap individu memperoleh pendidikan mendasar. Suami (istri) memerankan tugas mulianya secara moral hampir 50% berada di RT. Dari cara mendidik anak-anaknya, komunikasi, tata krama, life survive semuanya digambarkan begitu gamblang di RT. Ketika seseorang tidak lagi menyadari fungsi RT sebagai lembaga moral terbesar, maka ia benar-benar jatuh 50% dari hakekat moralnya. Wajar kalau semua agama menghukum berat pelaku selingkuh, sebab kalau dibiarkan sama dengan 50% keruntuhan moral masyarakat. Seperti kita mengenal dalam ajaran Islam, selingkuh berarti mati, dan sekaligus cerai. Demikian pula dalam Kristiani, perceraian menjadi mungkin karena salah satu pihak telah berzina. Dalam Hindu pun selingkuh memperoleh hukuman yang berat. Bahkan, semua budaya primitif sekalipun menganggap selingkuh sebagai sebuah aib dari 10 aib terbesar.
2. Faktor Pendukung
a. Faktor fasilitasi sosial. Lemahnya institusi masyarakat dalam masalah moral sosial dan hukum menjadi lahan subur selingkuh. RT seolah memperoleh ancaman serius dari lingkungan. RT yang sejak awal sudah bagus semacam digerus perlahan-lahan oleh lingkungan yang memfasilitasi kebejatan moral atau memperbolehkan (permisivitas masyarakat). Bagaimana tidak aneh, di satu sisi di RT dituntut kesucian, kesetiaan pada saat yang sama diijinkannya melakukan selingkuh di lokalisasi berizin. Hal yang sama terjadi dalam bingkai kehidupan yang lainnya. Ketika kampanye anti merokok sedang gencar, tetapi iklan rokok secara terbuka menyatakan bahayanya. Setiap hari kita disuguhi agar miras diberantas, pada saat yang sama ia berada di tempat-tempat “berizin”. Dalam teori psikologi, kenyataan ini akan menciptakan dissonance cognitive-kekacauan berfikir. Dalam istilah umum orang harus terbiasa bermuka dua, bersikap yes dan no pada kasus yang sama, untuk pro dan kontra secara bersamaan dalam peristiwa yang sama. Hal inipun menular dalam RT, seperti mencintai sekaligus selingkuh.
b. Ketersediaan group secara sosial. Nampaknya tidak semua kaum selingkuh ini mendapatkan dampratan masyarakat, tetapi juga memperoleh penerimaan dari komunitas tertentu-meskipun terbatas. Bisa kita bayangkan bahwa orang dengan bangga mengumbar pengalaman selingkuhnya sebagai sebuah prestasi keperkasaan, atau keseksian. Ada saja orang yang bangga kalau ia telah berhasil menggaet “daun muda”, atau bahkan merasakan “goyang randa”. Sebagaimana ada pula yang bangga kalau ia berhasil menaklukan bos, atau menjerat suami orang walau hanya sesingkat “short time”. Komunitas (Purwanto, 1999) ini mudah terbentuk di lingkungan kerja, dimana interaksi pria-wanita sering terjadi. “Tresno jalaran soko kulino” menjadi alasan paling banyak (33%) terjadinya selingkuh. Sedangkan di masyarakat komunitas yang kontra selingkuh semakin menipis kekuatan daya tangkalnya. Hal ini karena selingkuh dianggap sebagai fenomena yang terlalu sering terjadi. (Penelitian di Jakarta, 1997, 2 dari 3 laki-laki pernah berselingkuh).
c. Lemahnya sangsi sosial dan hukum. Secara umum masyarakat kita sangat mudah memaafkan kesalahan. Walaupun kesalahan itu sangat fatal menurut kacamata agama. Sedikit sekali kasus selingkuh diproses menjadi kasus hukum.
Di Amerika Serikat kasus selingkuh sudah melanda 60% keluarga, bahkan jutaan bayi lahir tanpa lembaga perkawinan, tetapi dengan bangga mereka mengakuinya, semisal aktris Madonna.
Prediksi penulis di Indonesia kasus selingkuh terbongkar dan yang dibawa ke pengadilan dan berakhir dengan perceraian hanya 5%, 8% masuk penjara. padahal kasus yang tidak terbongkar jauh lebih besar. Sisanya diselesaikan diselesaikan secara kekeluargaan, tahu-sama tahu, dilupakan, mengambang, dihukum secara sosial, di keluarga hanya pisah ranjang. Kenyataan ini semakin memperbesar komunitas penerimaan terhadap kasus selingkuh.
Selain itu, hukum yang mengatur sangat fleksibel, lentur tergantung “kebijakan hakim”. Dan dimana selingkuh itu dilakukan.
d. Media massa. Tentu kita sudah maklum bahwa lagu-lagu telenovela, sinetron, film, dan juga kelakuan langsung para sineas film menunjukkan ide-ide perselingkuhan sebagai fenomena wajar. Dengan suka cita rangkaian cerita itu dinikmati sebagai sebuah entertainment. Mengapa hal itu terjadi? Karena orang lebih men”tuhan”kan cinta tetapi tidak menghargai hukum Tuhan tentang cinta itu sendiri. Para artis/aktor yang selingkuh, bercerai secara terus menerus dipublikasikan dengan bumbu-bumbu entertainment, seolah-olah tanpa dosa dan tetap menjadi pujaan.
e. Era hedonisme. Kita telah lama mendengar bahwa sekarang ini memasuki era kebebasan dan materialisme. Sangking sudah bingungnya menghadapi kasus selingkuh di satu sisi, tetapi kebutuhan materi disis lain, atau kebutuhan gengsi (kehormatan) di sisi lainnya, ada sebagian orang yang berprinsip: di rumah adalah suami (istri)ku, di luar terserah, yang penting tidak mengganggu ekonomi RT, dan tidak saya pergoki.
3. Faktor Pemicu lain
1. Seringnya memelihara pandangan, pendengaran dan pikiran tentang hasrat seksual, semisal berbicara hal-hal yang yang porno sesama rekan atau teman dekat. Biasanya selingkuh diawali oleh hasrat seksual yang atraktif, bahkan bersifat sesaat. Semisal melihat gadis-gadis cantik (perjaka ganteng) yang setiap hari ada di pinggir jalan, di sekolah, di toko, mall atau dimanapun. Hasrat ini semakin menguat ketika pasangan di rumah kurang kreatif dalam teknik seksologi. Proses yang ditahapi: (1) mengawali dengan coba-coba, (2) lalu terjebak dan (3) sulit menghentikan (4) konflik (5) resiko berkelanjutan.
2. Media pornografi dan pornoaksi yang mudah diperoleh, bahkan disediakan oleh media televisi secara terselubung. Semisal acara musik dengan latar penari yang seronok yang seksi, bagi para penonton berhasrat seks cukup tinggi, atau mudah terangsang, dapat menjadi ingatan sesaat yang muncul untuk mencari penyaluran lain selain pasangan.
3. Kesepakatan canggih. Pada beberapa kasus selingkuh, kedua belah pihak memperoleh manfaat sesaat. Mereka menyadari resikonya dan karenanya sepakat untuk hanya sekedar berenjoy ria secara seksual dan mengaturnya secara canggih sehingga tidak sampai membuat bubar keluarga masing-masing. Kalau ketahuan akan sama-sama menolaknya dan sama-sama mengakhirinya. Mereka menjalaninya sebatas aman saja.
4. Kecanggihan teknologi anti hamil. Kecemasan akan kehamilan akibat sek bebas semakin kecil, karena hampir 95% mereka yang selingkuh telah memahami fungsi kontrasepsi atau bagaimana caranya seks tanpa kehamilan. Sebagaimana juga terjadi di kalangan remaja putri yang terlibat pada perselingkuhan dengan “om senang”. Dalam hal ini penelitian Kainuna (2001) mengindikasikan bahwa teknologi kehamilan memberikan 70% kontribusi pada keberanian seseorang untuk melakukan seks bebas dengan rasa aman dari kehamilan. Kehamilan terjadi pada seks bebas “remaja cingur”.
September 5, 2007 pukul 6:58 am
Pertama, ada kritik tentang tulisan. Waktu Putri Diana meninggal, seingat saya dia sudah bercerai dengan suaminya, Pangeran Charles.
Kedua, mengenai selingkuh. Penyebab selingkuh ada beberapa, diantaranya adalah iman yang lemah, dan kelalaian suami dalam memenuhi tanggung jawabnya terhadap istrinya; misalnya memberi pendidikan agama kepada istrinya, atau memberi nafkah batin kepada istrinya. Ketidakpuasan inilah yang mendorong sang istri untuk mencari pemenuhan kebutuhannya melalui selingkuh. Penyebab selingkuh yang lainnya adalah sistem yang rusak, yang menyuburkan perselingkuhan. Sistem sekuler seperti yang diterapkan di Indonesia dan belahan bumi yang lainnya telah menyebabkan menjamurnya berbagai macam interaksi pria dan wanita yang tidak sehat.
Solusinya : Islam telah memberikan jalan keluar terhadap masalah selingkuh. Pertama, iman yang kuat. Kedua, sistem yang tidak memberikan jalan untuk melakukan perzinaan, misalnya pemisahan pergaulan pria dan wanita kecuali pada interaksi yang umum dan tempat-tempat umum, dan mengharamkan pacaran. Ketiga, penyaluran naluri melestarikan keturunan (berahi) pada tempat-tempat yang sudah ditentukan, misalnya, pernikahan dan poligami. Itulah sebabnya, pada masa tegaknya Khilafah Islamiyyah di masa silam, kasus perzinaan sangat sedikit ditemui dalam wilayah negara Khilafah, dan jika ada pun pelakunya memperoleh hukuman berat atas perbuatan zina / selingkuh yang dilakukannya. Wallahu’alam bishaab.
November 25, 2008 pukul 2:16 pm
sambung rasa seksual yang bukan miliknya ( istri/ suami ) masuk kategori maling, neng kabudayaan jawi sampun kaserat bilih menika nerak angger – anggeripun tiyang bebrayan suci. Janji ijab namung lamis, mboten di kantheni menep ping ati/ manah, sakingga tansah ngulat dharbeking liyan katon endah.tansah nuntut dhateng pasangan inggih kirang prayogi, amargi mboten wonten pasangan menika sampurna,menapa malih benton isinipun pikiranipun, mboten wonte kok pasangan menika saged cocok, ananging toleransi yang tinggi ingkang dadosaken kabentenan pasangan enika saged dipun redam.saking dusun sisih kidul ngayogyakarta.
Agustus 24, 2009 pukul 9:06 am
[…] keluarga yang bercerai disebabkan oleh alasan selingkuh. Penelitian lain yang dilakukan Dr. Boyke menyebutkan bahwa terdapat 4 dari 5 pria melakukan perselingkuhan serta perbandingan selingkuh pria dan wanita […]
Maret 21, 2010 pukul 4:20 pm
Di Mig33 rum dewasa itu isinya suami-istri yg cari pasangan selingkuh dan sudah dikenal sebagai rum mesum. Bahkan ada yg sudah sampai hamil lalu aborsi berkali2. Sudah parah sekali.
Februari 26, 2012 pukul 7:56 pm
Bukan saja terancamnya rumah tangga, tetapi juga terkadang membawa dampak ikutan yang cukup berat, seperti hancurnya harapan anak-anak, rasa malu yang ditanggung keluarga besar, rusaknya karir.
April 12, 2012 pukul 12:06 pm
Memang sangat membahayakan.. tapi kogh ya masih banyak yang mengacarakannya.. edan… edan… gak cowo ato cewe sama saja.. “seng podo eling yoh “
Maret 7, 2014 pukul 7:53 pm
Kalau didalam islam ajaran Muhamma, yang bersina didunia haram dan dapat capukan,
tetapi setelah berada disurganya islam ciptaan Muhammad, bersinah semuanya bebas dengan 72 bidadari houri perarawan montok.
Kata lidah ular beludak nabi Muhammad, dengan semprotan tiada pernah lemas,
sekuat kita kenjot vagina bidadari disurga, dia tetap perawan asli.
Dunia bersina haram, disurga nanti muslim bebas bersina….tinggal tanjap sepuasanya.
Surga islam adalah pasar seks bebas bagi muslim
September 15, 2014 pukul 7:02 pm
[…] penelitian dr. Boyke Dian Nugraha terhadap 200-an orang pasiennya, 4 dari 5 pria eksekutif melakukan […]
November 13, 2018 pukul 9:25 am
[…] Menurut penelitian dr. Boyke Dian Nugraha terhadap 200-an orang pasiennya, 4 dari 5 pria eksekutif melakukan perselingkuhan. Perbandingan selingkuh pria dan wanita pun berbanding 5:2. […]